
Di sekolah, ia dikelilingi anak-anak orang kaya. Mereka sebenarnya baik, tapi menjadi tidak baik lantaran menulari kebiasaan shoping. Tak jarang ia ”menjambret” uang SPP untuk membayar benda idamannya.
Masalah timbul saat menjelang ujian sekolah. Pihak sekolahn mengirim surat tagihan atas tunggakan SPP-nya. Sesuai aturan, ia tak boleh ujian sebelum melunasi semua kewajiban pembayaran.
Betapa bingung ia. Ia sangat takut bila orang tuanya mendengar tentang tunggakan yang cukup banyak tersebut, sebab tiap bulan ia sudah dikasih duit SPP.
Dalam kekalutannya ABG ini memeras otak. Terpikir mencuri beras atau menggondol susu mahal di mall, untuk kemudian ia jual sebagai pengganti uang SPP yang ia salahgunakan. Tetapi segala kemungkinan tersebut mentah. Ia amat takut bila kepergok, dan kemudian disel oleh polisi. Dalam kebingungannya inilah ia mendapat solusi: ia akan menjual diri.
Maka, ia pun bergegas menelepon Bu Ambar, tante temannya yang yang berprofesi sebagai mucikari. Ia ceritakan kesulitannya, dan pura-pura ingin meminjam uang. Bu Ambar tidak bodoh. Sebagai kucing, tentu ia tak berpaling dari bandeng di depan hidungnya. Ia mau membantu Puji, asal Puji mau menjual diri. Puji pun tersenyum karena pancingannya mengena.
Setelah urusan sekolah beres, gantian kini Puji harus membayar utang. Lalu keperawanannya pun mulai dipasarkan. Harga keperawanannya senilai Rp 700, seorang pemilik restoran terkenal di Semarang mendapat giliran pertama. Di sebuah hotel berbintang 3, Puji pun ”digarap” sang juragan.
Dari terpaksa, lama-kelamaan ”aktivitas” ini jadi kebutuhan. Sampai kemudian ia dikenal sebagai gadis panggilan. Usianya yang masih belia membuatnya laris diburu pria hidung belang.
Sampai akhirnya ayahnya curiga ketika Puji sering muntah-muntah. Dibawalah ia ke Puskesmas untuk diperiksa. Ternyata, ia telah hamil 3 bulan! Beruntung ia telah lulus sekolah. Namun aibnya tetap saja menyebar ke mana-mana. Tak tahan gunjingan para tetangga, ayahnya mengungsikan Puji ke rumah neneknya di Pati.
Di Pati, Puji tidak kerasan. Melanggar semua wejangan nenek serta orangtuanya, diam-diam di suatu malam, ia mencegat bus Surabaya-Semarang, kemudian menginap di rumah temannya sesama gadis panggilan, lalu malamnya menjual diri lagi.
”Saya tidak bisa lepas dari jerat profesi ini, Mas. Tak mungkin saya mendaftar SMA, apalagi kuliah, sebab saya tahu persis berapa duit bapak saya. Maka, inilah pilihan saya untuk menjalani hidup dan mencari nafkah,” kata Puji kepada penulis, seraya menghitung-hitung uang untuk besok ia kirimkan ke adik-adiknya.
Demikian artikel tentang Siswi Jual Diri Buat Bayar Sekolah ini dapat kami sampaikan, semoga artikel atau info tentang Siswi Jual Diri Buat Bayar Sekolah ini, dapat bermanfaat. Jangan lupa dibagikan juga ya! Terima kasih banyak atas kunjungan nya.